RUU tentang Perubahan atas UU Nomor 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja di Luar Negeri (PPTKILN) hingga kini masih dalam proses pembahasan. Padahal, revisi UU tersebut sudah masuk Program Legislasi Nasional (Prolegnas) prioritas tahun 2015 yang lalu.



Harapan akan adanya UU yang bisa memberikan perlindungan komprehensif terhadap TKI serta upaya menghentikan komersialisasi tampaknya masih sebatas mimpi. Ironisnya, Daftar Isian Masalah (DIM) yang disusun DPR masih mempertahankan kebijakan "sesat" zaman SBY soal kartu identitas TKI di luar negeri, bahkan negara juga akan menjadi perekrut TKI melalui mekanisme BUMN/BUMD.



Jika DPR dan pemerintah serius dan mempunyai komitmen yang sama untuk melindungi warga negara yang menjadi TKI, seharusnya acuan yang dipakai dalam pembahasan RUU adalah Konvensi Hak-hak Seluruh Pekerja Migran dan Anggota Keluarganya (Konvensi PBB 1990) sebagaimana telah diratifikasi dan disahkan dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2012 tentang perlindungan buruh migran dan anggota keluarganya.

Namun nyatanya, pembahasan RUU seolah menjadi tarik ulur kepentingan antara pemerintah dan DPR, serta pihak-pihak yang tidak pro kepada TKI, sehingga selama dua tahun proses pembahasan RUU belum mendapat hasil apa-apa.

Dengan demikian, berlarut-larutnya proses pembahasan RUU ( masuk kembali dalam prioritas pembahasan di DPR-RI hingga 2019) adalah bukti bahwa DPR tidak serius membahas UU tentang perlindungan TKI. (Sumber: liputanBMI)



>