Ia menceritakan kesaksiannya kepada Kapolda Metro Jaya, Irjen Pol M Iriawan, saat menjenguk korban di RS Kartika, Pulomas, Jakarta Timur.
Berikut sejumlah fakta yang dibeberkan Windy saat itu:
Windy menceritakan, mulanya sekitar pukul 14.30 WIB hari itu dirinya dan rekannya, Fitriani (23) tengah memasak di dapur.
"Waktu mereka datang, di lantai ada atas ada Santi, Gemma, dan Amel. Mas Tasrok lagi ada di depan lagi mau ngeluarin mobil," ujarnya.
Tiba-tiba datang tiga pelaku menghampirinya ke dapur seraya berteriak memintanya untuk berkumpul ke ruang tengah. Saat menghampiri ke dapur, mereka membawa pistol dan golok.
"Salah satu pelakunya juga teriak, 'Mana anaknya? Mana anak-anak yang punya rumah ini'," ujar Windy.
"Pelakunya bilang, 'Kalian nurut aja, kumpul semua, kalau tidak saya tembak," sambungnya.
Tak lama kemudian, putri ketiga Dodi Triono, Dianita Gemma Dzalfayla (9), datang menghampiri Windy. Lantas, seorang pelaku meminta Gemma untuk ditunjukkan kamar ayahnya di lantai 2.
"Gemma bilang, 'Saya anaknya'. Terus dia tanya kamar bapak di mana," ujar Windy.
Windy mengungkapkan, dirinya tidak menghapal wajah pelaku karena diminta menghadap ke tembok saat kejadian itu.
"Saya cuma lihat ada yang bawa pistol dan golok. Saya sama Fitriani disuruh menghadap tembok," ungkapnya.
Windy menceritakan, seorang pelaku sempat menyiksa putri pertama Dodi, saat meminta para penghuni rumah untuk berkumpul ke ruang tengah.
"Kak Diona dari lantai diseret ke tangga dan dipukul pakai pistol. Dia nangis," ucap lirih Windy.
Setelah itu, lanjut Windy, seorang pelaku berteriak meminta 10 penghuni rumah untuk menuju toilet pembantu. Mereka menuruti permintaan pelaku karena mengancam akan menembak dengan pistolnya.
Saat itu, Dodi Triono belum datang ke rumah karena pergi ke rumah pertama yang tengah direnovasi di Pulomas Residence. Namun, menurutnya Dodi turut dimasukkan ke dalam toilet setelah datang ke rumah.
"Lalu kita semua nurut masuk ke toilet. Bapak waktu masuknya terakhir," kata Windy.
"Saya enggak lihat bapak di luar diapakan sama pelaku karena kami sudah masuk semua," sambungnya.
Toilet berukuran 1,5x1,5 meter persegi tanpa ventilasi udara di rumah pengusaha Dodi Triono menjadi saksi bisu saat 11 orang berusaha mempertahankan nyawanya saat disekap 18 jam oleh kelompok perampok Ramlan Butar pada Senin, 26 Desember 2016.
Sebab, mereka secara bergantian menghirup udara dari celah kecil gagang atau grendel pintu toilet.
"Lalu kita digiring masuk semua ke toilet. Awalnya gagang pintunya blm dirusak. Setelah bapak (Dodi Triono) dimasukkan, itu dirusak sama bapak supaya ada celah sedikit di pintu untuk udara. Kita gantian ke lobang itu untuk bernafas," ungkap Windy Astuti (23), pembantu rumah tangga yang selamat saat perampokan di rumah majikannya, saat dikunjungi Kapolda Metro Jaya, Irjen Pol M Iriawan, di RS Kartika, Pulomas, Jakarta Timur, Kamis (29/12).
Nahas, meski sudah berupaya mempertahankan hidup dengan bergantian menghirup udara dari celah pintu, lima orang yang berada di dalam "toilet maut" tersebut kehabisan oksigen.
Bahkan, tidak adanya asupan oksigen membuat pembuluh darah pemilik rumah, Dodi Triono, pecah dan nyawanya tak tertolong.
Windy mengaku sampai saat ini masih trauma jika dirinya diminta menceritakan kembali bagaimana sulitnya bertahan hidup di dalam toilet sempit tersebut hari itu.
"Di dalam toilet ada 11 orang, di dalam kami berjam-jam. Yang saya rasakan di dalam itu panas dan sesak meski ada celah udara sedikit di pintu itu," ujarnya.
Iriawan sempat menanyakan Windy perihal adanya korban yang sampai tanpa mengenakan baju saat ditemukan di dalam toilet tersebut.
"Itu karena pakai baju segini (panjang) karena di dalam toilet itu panas, bajunya dilepas," jawab Windy.
Perampokan disertai penyekapan di kediaman pengusaha Dodi Triono pada Senin, 26 Desember 2016, mengakibatkan enam penghuni tewas. (Sumber: tribun)
>