Bagi sejumlah besar penduduk Indonesia yang masih diambang kemiskinan dan minim pendidikan, pekerjaan apapun rela dilakukan demi melanjutkan hidup. Maka dari itu kesempatan untuk jadi tenaga kerja di negara lain dengan gaji yang nilainya lebih tinggi dari Rupiah, jadi pilihan populer. Meski pekerjaan sebagai Tenaga Kerja Indonesia (TKI) itu jauh dari layak, yakni sebagai buruh pabrik atau pembantu rumah tangga (PRT). Terutama bagi perempuan atau Tenaga Kerja Wanita (TKW), tindak kriminal dan perlakuan semena-mena dari majikan atau atasan seringkali jadi headline berita nasional.



Selain mengumpulkan modal dengan bekerja sebagai PRT di Hong Kong, Siti Maryam juga berhasil ‘mencuri’ skill majikan yang pengusaha salon terkenal. Perempuan kelahiran 6 Juni 1975 ini memilih menjadi TKW untuk mencari kehidupan yang lebih baik. Beruntung, selama sembilan tahun di Hong Kong Maryam pun mendapat majikan yang baik. Pada hari keberangkatan, dengan berat hati dia terpaksa meninggalkan keluarganya. Anak satu-satunya dia titipkan kepada orangtua di desa. Di Hong Kong, dari pagi hingga sore dia menyelesaikan pekerjaan rumah tangga sehari-hari. Baru saat malam, dia mengurus seorang manula.

Suatu hari, Maryam ditawari untuk membantu di sebuah salon besar milik sang majikan. Dari sinilah, dia bisa punya kemampuan cukup mumpuni di bidang kecantikan. Hingga akhirnya, dia memiliki keberanian untuk membuka salon sendiri di kampung halaman. Lebih dari itu, seorang ibu lulusan SMP ini juga merupakan salah satu finalis Indonesia International Migrant Worker’s Award 2010, yang diselenggarakan oleh UKM-Center Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia dan Kemenko Kesra.



Lain Lagi dengan Richa Susanti, Semasa jadi TKW di Hongkong, perempuan asal Malang ini mendapat penghasilan antara Rp 3,5 sampai 4 juta per bulan. Dia beranjak pergi meninggalkan Indonesia ketika buah hatinya masih berusia dua tahun. Hingga akhirnya dia berpikir, kasihan jika anaknya ditinggal lebih lama lagi. Richa pun pulang ke Malang, dan menyuntikkan modal untuk membuka usaha warung bakso di Kota Apel itu.

Awalnya, usaha tersebut hanya menghasilkan pendapatan berkisar Rp 300 ribu per hari. Namun berkat kegigihannya, sekarang warung baksonya sudah berkembang pesat. Saat ini, omzetnya per hari bisa mencapai Rp 3,5 juta. Kalau dihitung, pendapatan janda 35 tahun ini bisa mencapai Rp 20 juta per bulan. 

Berikutnya Maizidah Salas, korban kekerasan mantan suami yang tak butuh waktu lama menjadi TKW. Perempuan asal Wonosobo, Jawa Tengah ini ialah salah seorang korban KDRT di Indonesia. Baru saja melahirkan anak pertama, dia mendapat kabar bahwa sang suami menikah lagi dengan wanita lain di luar kota. Ingin memperbaiki hidup, khususnya kondisi ekonomi, Maizidah pun lantar berangkat ke Korea untuk menjadi pembantu rumah tangga. Hanya bertahan delapan bulan, dia memutuskan kembali ke Indonesia.

Namun bukan berarti dia menyerah. Maizidah justru mulai memikirkan nasib mantan TKW di kampung halamannya, yang rata-rata hidupnya terlunta-lunta dengan anak tak terurus akibat tak punya biaya. Sekembalinya ke kampung halaman, Maizidah membuat PAUD gratis. Terutama untuk anak-anak mantan TKW dan mereka yang kurang mampu. Sementara untuk ibu-ibunya, dia memberi pelatihan menjahit, beternak kambing, memasak, dan membuat makanan ringan. Perlahan tapi pasti, warga kampungnya kini sudah mandiri. Meski dirinya sendiri tidak juga masih dalam kondisi sulit, Maizidah justru bisa jadi orang bermanfaat dengan pemikiran dan tindakannya.

Nuryati Solapatri memutuskan jadi TKW untuk menopang keluarga. Tapi niatnya melanjutkan studi tak pernah padam, ia pun kini jadi dosen di Serang. Lulusan terbaik dari SMA-nya, Nuryati harus memendam keinginannya melanjutkan studi ke perguruan tinggi karena kondisi keluarganya yang sulit. Selain orangtuanya yang tak punya biaya, masih banyak adik-adiknya yang butuh uang sekolah. Maka dari itu, ia memutuskan untuk mencari uang di Arab Saudi sebagai baby sitter. Meski berangkat sebagai TKW, setengah isi koper Nuryati adalah buku-buku persiapan kuliah dan pengetahuan umum. Dia percaya akan datang kesempatan untuk menggapai mimpinya.

Beruntung Nuryati mendapatkan majikan yang bisa menghargai potensi dirinya. Dia diperbolehkan memiliki waktu khusus untuk membaca dan belajar. Dengan disiplin tinggi dan kegigihan untuk tetap belajar, setelah tiga tahun bekerja Nuryati berhasil mengumpulkan cukup uang untuk kembali melanjutkan studi di tanah air. Bahkan sekarang dia sudah diangkat jadi anggota pengajar di Universitas Sultan Ageng Tirtayasa (UNTIRTA) Serang, Banten. Kegigihannya tersebut juga diganjar predikat sebagai salah satu finalis dalam Indonesia Migrant Worker Award 2010 untuk TKI-TKI berprestasi (Sumber: Hipwee)



>