Pupus harapan Khairul Kamal (41), lelaki asal Pontianak, Kalimantan Barat, yang ingin bergelimang uang di negeri orang. Kenyataan tidak seindah asanya. Buruh migran Indonesia (BMI) di Malaysia itu kini telantar di Balikpapan setelah dideportasi.




Berada di Kantor Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP), dirinya menceritakan saat memutuskan berangkat ke Sabah Malaysia. Sekira lima bulan lalu, dia pergi untuk bekerja sebagai buruh sawit, karena tergiur upah kerja yang menjanjikan.

loading...
loading...

Tanpa dokumen resmi, berangkat melalui jalur ilegal. Meski ada pekerjaan di daerah asalnya, namun menurutnya dengan menjadi buruh di Malaysia, masalah keuangannya akan lebih baik. Berbekal harapan itulah, dia nekat berangkat ke Malaysia, meninggalkan istri dan tiga anaknya.

“Tapi sampai di Malaysia, janji bayarannya tidak sesuai. Saya dijanjikan 500 ringgit per bulan, tapi cuma dibayar 300 ringgit. Itu pun lambat pembayarannya,” ungkapnya.

Janji upah besar tidak berbuah manis. Malah pembayaran terlambat dan gaji kecil yang diterima. Menyesal telah pergi dari kampung halaman, baru empat bulan bekerja, dia lalu memutuskan lari dari tempatnya bekerja. Da memutuskan menyerahkan diri kepada pihak kepolisian di Kota Kinabalu, Malaysia.
“Saya tidak resmi, ilegal. Paspor dan dokumen izin kerja tidak punya. Saya pasrah aja,” keluhnya. Dirinya memang tidak terdaftar secara resmi sebagai pekerja di Malaysia. Oleh karena itu, setelah menyerahkan diri, hukuman penjara 2 bulan 20 hari dia terima. “Mau tidak mau, saya menjalani hukuman,” katanya.

Khairul diserahkan ke tempat penampungan sementara, lalu dideportasi ke Nunukan, Kalimantan Utara. Sampai di Nunukan, biaya untuk pulang ternyata tidak kecil. Dirinya pun terpaksa menjual ponsel miliknya. Itu adalah barang berharga satu-satunya yang dia punya. Dia juga menceritakan, petugas Imigrasi Malaysia sempat meminta 90 ringgit.

Biaya 90 ringgit adalah syarat agar dia bisa pulang. “Saya sudah mohon-mohon, nggak bisa. Uang saya sisa 40 ringgit, lalu saya jual HP saya itu buat ongkos pulang ke Indonesia. Laku 50 ringgit,” terangnya. Terakhir kali kontak dengan keluarga, dia masih berada di Pontianak.

Selama lima hari, dia ditampung di Kantor Perwakilan Balai Pelayanan, Penempatan, dan Perlindungan (BP3) TKI Nunukan. Berharap dapat kembali ke Pontianak, dia akhirnya menerima tiket Kapal Siguntang dan diberi uang saku Rp 500 ribu. Tiket kapal itu yang kemudian membawanya ke Balikpapan. Saat ini bekalnya tersisa Rp 200 ribu. Eia mengaku bingung bagaimana cara untuk pulang dengan uang tersebut.

Berpikir keras, dia pun langsung mendatangi Polsek Kawasan Pelabuhan Semayang untuk meminta pertolongan. Oleh polisi, dia diantar ke kantor Satpol PP. Khairul mengaku hanya ingin pulang ke Pontianak. “Saya cuma berharap bisa pulang kampung, gimana caranya,” tandasnya. (Balikpapan Pos)