Nilai tebusan perempuan beranak satu tersebut mencapai Rp 5 juta. Karena paspor tertahan dan adanya permintaan uang tebusan dari majikan, Nika saat ini tertahan di KBRI Singapura. Dia sudah berada di sana sejak Agustus lalu dan belum bisa kembali ke tanah air.
Menurut Agus, alasan majikan meminta uang karena sang majikan sudah membayar biaya ke agensi di Singapura. Sementara agensi di sana, saat dihubungi, mengaku sudah memberikan uang tersebut kepada Nika. Karena itulah, majikan bersikukuh meminta uang tebusan ke Nika sebagai kompensasi karena baru bekerja sejak April lalu.
Nika sendiri, katanya, sudah meminta bantuan ke KBRI untuk menghubungi majikan maupun PPTKIS yang memberangkatkannya. Namun, sang majikan kerap bersikukuh kalau Nika harus menyediakan uang senilai Rp 5 juta. Sementara PPTKIS, selalu tidak bisa dikontak petugas KBRI. “PT-nya nda bisa dihubungi,” katanya.
Anto menceritakan, sejak awal, dirinya curiga anaknya berangkat sebagai TKI ilegal. Ini berdasarkan pengalaman istrinya kala berangkat ke luar negeri. Istrinya waktu itu berangkat dengan dilengkapi dokumen resmi dan menggunakan pesawat terbang hingga ke negara tujuan. “Saya curiga dia (jadi TKI) ilegal,” katanya. Diakuinya, anaknya berangkat ke Singapura melalui calo di Kecamatan Cimanggu. Semua proses keberangkatannya diurus oleh calo tersebut. Dia berangkat pada April lalu melalui Batam dan menyeberang ke Singapura dengan naik perahu.
“Dia berangkat April lalu. Dari sini naik pesawat ke Batam, lalu naik perahu ke Singapura,” ujarnya.
Sementara, kondisi Nika tiap kali menghubungi ibunya, Umi Sobiyatun Tafsilah, selalu menangis dan ingin pulang. Nika juga mengaku sudah tidak betah bekerja pada majikannya karena galak. Dia kerap dihardik dengan kata-kata kurang enak dan dinilai malas. Sementara Nika mengaku harus bekerja dari pagi hingga malam. “Dia selalu menangis. Katanya majikan galak,” katanya. (Sumber: radarbanyumas)
>