Abdul Halim (30), warga Madura, Jawa Timur menjadi satu di antara 54 TKI Bermasalah yang dideportasi pemerintah Malaysia melalui PLBN Entikong dan tiba di Dinsos Kalbar ia mengisahkan awal bekerja ke Malaysia saat masuk melalui PLBN Entikong pada Agustus 2015 silam.



"Saya kena tangkap tanggal 9 Januari 2016, sempat kerja sawit di Bintulu selama empat bulan. Pindah-pindah sampai lima kali, langsung pindah kerja bangunan di Kuching, belum sempat saya ambil gaji sudah kena tangkap sama Imigresen," ungkapnya.

Saat digerebek petugas Imigresen Malaysia, menurutnya ada sekitar 30 orang lainnya yang turut ditangkap, lantaran paspor yang telah kedaluwarsa.

"Saya paspornya ada, tapi sudah mati cop (stempel), harusnya setiap bulan di-cop. Saya kena tangkap dan dikenakan hukuman 15 bulan, tapi yang jalani hukuman penjara hanya 10 bulan," ujarnya.

Saat ditangkap petugas Imigresen Malaysia, Halim lantas dibawa ke rumah tahanan Semuja, disana ia ditahan selama tiga bulan lamanya. sehari-hari saat ditahan di penjara Imigresen Malaysia. Para tahanan mendapatkan dua biskuit seukuran koin setiap pagi harinya.

"Ayam cuma hari Jumat, satu minggu satu kali. Tidak ada berasa ayamnya," ujarnya.



Makanan yang diberikan di ruang tahanan Imigresen Malaysia berbeda dengan di ruang tahanan Polis Diraja Malaysia (PDRM). Yang menurut Halim, di tahanan PDRM, lauk yang disajikan cukup berasa saat dinikmati.

Menurut kisahnya, ia pernah sulit makan selama 18 hari. Lantaran sayur yang diberikan pihak Imigresen Malaysia, berturut-turut selama 18 hari hanya sayur mentimun.

"Saya juga heran, kalau satu orang Indonesia salah, semuanya dihukum," ujarnya.

Halim menegaskan, setelah buruknya pengalaman bekerja di Malaysia, ia merasa jera untuk kembali menjadi TKI di Negeri Jiran tersebut. (Sumber: Tribun)



>